(Arrahmah.com)
- Salah satu prinsip jurnalisme adalah media akan menyediakan fakta
tentang sebuah peristiwa kepada para pembaca. Tidak akan membuat
penilaian dengan dirinya sendiri, karena itu adalah hak para pembaca
atau pendengar. Tetapi benar-benar berbeda dalam kasus Afghanistan. Ada
beberapa media mengeluarkan bertita, kebanyakan adalah berita palsu, dan
membuat penilaian sendiri.
Pada dekade terakhir, peristiwa-peristiwa mengerikan yang terjadi,
sering dan pada kenyataannya menunjukkan bahwa di dalam Afghanistan,
pasukan penjajah dan antek-antek mereka adalah para pelanggar yang jelas
atas Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam prakteknya, mereka tidak
mengizinkan kebebasan berbicara. Tetapi media eksternal dan beberapa
media internal tidak menunjukkan tindakan-tindakan bengis mereka.
Sebaliknya, kita dapat mengatakan bahwa para penjajah Afghanistan
mengunakan media hanya untuk mendistorsi kenyataan, untuk mengacaukan
pemikiran masyarakat lokal dan masyarakat internasional, serta hanya
untuk melawan perjuangan yang sedang berlangsung di Afghanistan.
Terkadang media mereka memberikan laporan-laporan yang tidak
berdasarkan kenyataan di lapangan dan bahkan bertentangan dengan
kepentingan nasional rakyat; Sebaliknya itu untuk tujuan militer dan
politik dari pasukan penjajah. Berita-berita palsu ini berkali-kali
diulang yang dalam pikiran mereka, orang-orang mulai mempercayainya.
Pada saat yang sama, tragedi-tragedi Ghaziabad di provinsi Kunar,
Zangabad di provinsi Kandahar, Azizabad di provinsi Herat dan Dahrawut
di provinsi Rozgan, dimana ratusan anak-anak tak berdosa dan
wanita-wanita tewas (syahid insya Allah) benar-benar diabaikan
(beritanya -red).
Ketika rakyat Afghan keluar untuk membela Kitab Suci mereka, yaitu
Al-Qur'anul Karim, dan puluhan mereka tewas (syahid insya Allah) oleh
para boneka pemerintah Kabul, media-media itu tetap diam atau bahkan
terkadang mereka memalsukan (membuat berita palsu -red) keterkaitan
eksternal tentang ini.
Mereka (musuh) membunuh anak-anak yang sedang tertidur dan kemudian
membakar mereka. Mereka menyiksa para tahanan di penjara-penjara dan
membunuh mereka. Di jantung kota Kabul, rakyat Afghan ditahan di
penjara-penjara pribadi. Mereka menodai kesucian jenazah para Syuhada'
(insya Allah). Tetapi media pro-kolonialisme itu tidak menaruh pandangan
sedikitpun terhadapnya, seolah buta dan tuli.
Penyiksaan mengerikan berkepanjangan terhadap para tahanan dan rakyat
Afghan tak bersalah atas nama 'terorisme', tanpa pengadilan apapun di
Bagram, Pulicharkhi, dan Guantanamo tidak dapat membangkitkan kesadaran
mereka juga. Beberapa hari yang lalu di Gardacherai di provinsi Paktia,
delapan anggota keluarga termasuk wanita dan anak-anak dibunuh (syahid
insya Allah). Afghanistan yang berwajah suram adalah sebuah tempat
ujian. Adanya ujian dan pukulan kemalangan membuktikkan kenyataan dari
semua kepalsuan itu dan kepalsuan juara "HAM" yang membual selama ini
tentang nasionalisme, kebudayaan nasional dan kebebasan berbicara.
Yang penting bagi mereka adalah untuk memalsukan berita dan
menempatkannya di udara - bahwa Taliban melawan sekolah-sekolah dan
membakarnya. Mereka tidak menayangkan penolakan/bantahan dari Imarah
Islam Afghansitan. Mereka ingin untuk menghubungkan jihad yang sedang
berlangsung dengan orang-orang non-pribumi. Mereka tidak merasa malu
untuk memanggil para pahlawan perlawanan (Mujahidin) yang sedang
berlangsung sebagai Teroris. Prioritas mereka adalah untuk membenarkan
kekajaman yang dilakukan oleh pasukan penjajah dan untuk membebaskan
mereka dari tuduhan.
Mari kita katakan bahwa ada fakta yang ditemukan dan media independen
yang tidak dapat dibeli dengan kekuatan kolonial dalam dekade terakhir
ini yang tidak dapat dibeli dengan dolar (uang) juga tidak dapat
menaklukkan mereka dengan kekuatan. Imarah Islam Afghanistan
mengapresiasi peran mereka untuk agama ini (Islam), bangsa dan tanah
tercinta ini.
Imarah Islam Afghanistan
Selasa, 08 Rajab 1433/29 Mei 2012
(siraaj/arrahmah.com)