LAPORAN OBSERVASI
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SEMARANG
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan ABK
Dosen
Pengampu: Ibu Kurniana Bektiningsih
Disusun :
Mukhlishon Addien Perdana
1401411411
Rombel 06
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang yelah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan observasi di SLB N Semarang ini dengan baik.
Laporan
ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pendidikan ABK. Penyusunan
laporan ini berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan observasi langsung di
SLB Negeri Semarang wawancara dengan
Kepala Sekolah dan data sekunder dari pihak yang bersangkutan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan
kepada :
·
Dra. Hartati, M.Pd,
selaku Ketua jurusan PGSD.
·
Ibu Kurniana Bektiningsih selaku
dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan ABK
yang telah membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.
·
Kedua orang tua kami
yang telah memberikan dukungan moral.
·
Pihak dari SLB N Semarang
·
Semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
Kami
menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin.
Semarang,
21 Juni 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak-anak
berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam
jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya.
Ada
beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan
khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang
digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah
digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang
pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak
menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas
telah digunakan yaitu difabel,
sebenarnya merupakan kependekan dari
diference ability.
Sejalan
dengan perkembangan pengakuan terhadap
hak azasi manusia termasuk anak-anakini, maka digunakanlah istilah anak
berkebutuhan khusus. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa
konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang
pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa
lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka
pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.
Contoh,
seorang anak tunanetra, jelas dia memiliki keterbatasan pada bidang
penglihatannya, tetapi dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang
tidak berbeda dengan anak normal, maka untuk dapat berprestasi sesuai kapasitas
intelektualnya diperlukan alat bantu kompensatif indera penglihatan seperti
talking computer, talking books, buku tulisan Braille dsb. Dengan dipenuhinya
kebutuhan itu maka tunanetra akan dapat berprestasi sesuai dengan kapasitas
intelektualnya dan mampu berkompetisi dengan anak normal.
Keadaan
yang beragam menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus.
Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya
menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila
guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak
berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang
sesuai.
Untuk
mengetahui apakah anak berkebutuhan khusus sudah mendapatkan pelayanan yang
sesuai, maka kegiatan observasi dilakukan. Sehingga observasi anak berkebutuhan
khusus ini mengangkat judul “Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Negeri
Semarang Kabupaten Magelang”.
B.
Rumusan
Masalah
Sesuai
dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang digunakan adalah:
a. Bagaimana
keadaan anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang?
b. Bagaimana
layanan yang diberikan SLB Negeri Semarang kepada anak berkebutuhan khusus?
c. Bagaimana
hasil akademik, kepribadian dan bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus di
SLB Negeri Semarang?
C.
Tujuan
Observasi
Kegiatan
observasi ini bertujuan untuk memperbandingkan layanan yang diberikan kepada
anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang dengan teori pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
D.
Manfaat
Kegiatan observasi ini
memiliki beberapa manfaat, yaitu :
a. Bagi
SLB Negeri Semarang, dapat digunakan untuk menentukan pemberian layanan yang
sesuai dengan klasifikasi anak berkebutuhan khusus.
b. Bagi
mahasiswa, dapat digunakan sebagai bekal menjadi guru profesional.
c. Bagi
guru, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian layanan kepada
anak berkebutuhan khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Observasi
a. Identitas
Objek
Siswa berkebutuhan khusus di SLB Negeri Girirejo,
memiliki identitas lengkap sebagai berikut.
Nama: Muhammad Nur Fajri
Tempat, Tanggal Lahir: Magelang, 10 Maret 2005
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Demesan, Girirejo, Tempuran, Magelang
NIS: 1098
Kelas: II
Jenis kelainan yang diderita: Disleksia dan
Disgraphia
Nama Orang tua: Hendro Saputro
Pekerjaan Orang Tua: Karyawan Pabrik Tekstil
b. Bentuk
Layanan yang diberikan
Layanan yang diberikan guru adalah
pemberian penguatan materi secara drill.
Guru meluangkan waktu untuk mengulangi materi secara berulang-ulang. Materi
utama yang diulang adalah membaca tingkat lanjut.
c. Hasil
Kemampuan akademik Muhammad Nur
Fajri tergolong kurang dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan siswa SLB
Negeri Semarang yang lain. Muhammad Nur Fajri tergolong anak yang ceria, mudah
bergaul dan lugu. Walaupun Muhammad Nur Fajri berkelainan Disgraphia dan
Disleksia, dia memiliki bakat yang cukup mumpuni dalam bidang tarik suara/
bernyanyi.
d. Kendala
yang dialami ABK(Intern dan Ekstern)
Kendala yang dialami Muhammad Nur
Fajri untuk mengatasi kelainannya berasal dari dalam(disebut faktor intern) dan dari luar (disebut faktor ekstern).
Faktor Intern adalah kendala yang
berasal dari dalam diri ABK, yang meliputi rasa malas, cepat bosan, dan kemampuan
intelektual yang kurang. Hal-hal tersebut menyebabkan kemampuan memahami siswa
kurang.
Faktor ekstern adalah kendala untuk
berkembang yang berasal dari luar diri Anak Berkebutuhan Khusus. Misalnya
seperti yang dialami Muhammad Nur Fajri adalah pemberian layanan guru kepada
ABK terkesan kurang telaten.
B.
Pembahasan
Menurut
Suparno dalam buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, berkesulitan belajar
merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan
adanya kesulitan untuk mencapai standar
kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran
konvensional. Learning disability
merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah
akademis.
Secara
umum berkesulitan belajar spesifik
adalah anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih dari proses psikologi dasar termasuk pemahaman dalam
menggunakan bahasa lisan atau tertulis
yang dimanifestasikan dalam ketidak sempurnaan mendengar, berfikir, wicara,
membaca, mengeja atau mengerjakan hitungan matematika. Konsep ini merupakan
hasil dari gangguan persepsi, disfungsi minimal otak, disleksia, dan disphasia,
kesulitan belajar ini tidak termasuk
masalah belajar, yang disebabkan secara langsung oleh adanya gangguan
penglihatan, pendengaran, motorik, emosi, keterbelakangan mental, atau faktor
lingkungan, budaya, maupun keadaan ekonomi.
Adapun
klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik merupakan jenis kelainan unik
tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan lainnya. Untuk
mengklasifikasikan anak beresulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar
pada tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:
1. Kesulitan
Belajar Perkembangan
Pengelompokan kesulitan belajar
pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan,
hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar
dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi
visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2. Kesulitan
Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia
di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan
karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang
akademik di sekolah yang sangan spesifik yaitu kesulitan dalam satu bidang
akademik seperti berhitung/ matematika( diskalkulia), kesulitan membaca
(disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan membaca (disleksia),
kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/
tidak terampil (dispraksia), dsb.
Ada
klasifikasi lain yang berdasarkan jenis ganguan atau kesulitan yan dialami
anak, yaitu:
1. Dispraksia,
merupakan gangguan pada ketrampilan motorik, anak terlihat kurang terampil
dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering mejatuhkan benda yang
dipegang, sering memecakan gelas kalau minum.
2. Disgraphia,
kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga
tulisannya sulit dibaca orang lain, ada yang sangat lamat aktibilitas
motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik, sehingga sering salah
atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
3. Diskalkulia,
adalah kesulitan dalam menghitung dan matematika hal ini sering dikarenakan
adanya gangguan pada memori dan loika.
4. Disleksia,
merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupu pemahaman.
5. Disphasia,
kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam berkomunikasi
baik menggunakan tulis maupun lisan.
6. Body
Awarness, anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi pada
aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.
Pendekatan
layanan pendidikan abagi anak berkesulitan belajar spesifik menurut Jerome
Rosner ,1993 dalam Sunarya Kartadinata, dkk (1998/1999) ada tiga macam, yaitu:
a. Layanan
remidiasi
Layanan remidiasi terfokus pada
upaya menyembuhkan, mengurangi, dan bahkan kalau mungkin mengatasi kesulitan
yang dialami anak. Dalam layanan ini anak dibantu dalam keterampilan perseptual
dan kecakapan dasar berbahasa, sehingga ia mampu memperoleh kemajuan belajar yang normal.
Dalam layanan remidiasi ini sering digunakan beberapa teknik dalam modifikasi
perilaku, di antaranya dengan pemberian penguatan, tabungan kepingan, atau
teknik lain yang sesuai dengan kebutuhan
anak.
b. Layanan
kompensasi
Layanan kompensasi diberikan dengan
cara menciptakan lingkungan belajar khusus di luar lingkungan belajar yang normal, sehingga memungkinkan anak
memperoleh kemajuan dalam pembentukan perseptual dan bahasa.
Dalam melaksanakan layanan
kompensasi, Sunarya Kartadinata, dkk
(1998/1999) memberikan patokan atau rambu-rambu
sebagai berikut:
1) fahami dan pastikan bahwa anak memilki
pengetahuan faktual yang diperlukan dalam mempelajari bahan ajar;
2) batasi
jumlah informasi baru pada hal-hal yang tercantum dalam bahan ajar, sampaikan
sedikit demi sedikit, atau mungkin gunakan sistem jembatan keledai
(mnemoteknik);
3) sajikan
informasi dengan jelas tentang apa yang harus dipelajari anak;
4) nyatakan
secara eksplisit bahawa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi
yang telah dimiliki anak dan sedapat mungkin menggunakan contoh (konkret);
5) jika anak
sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia ke unit-unit yang lebih besar;
6) siapkan
pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru dalam ingatan anak;
7)
lakukan drill, latihan efektif
dengan melibatkan seluruh indra untuk membuat persepsi yang sempurna, yaitu
dengan jalan mendengar, membaca, menulis, dan berbuat.
c. Layanan
prevensi
Layanan prevensi adalah layanan
yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan belajar di sekolah. Layanan
ini diawali dengan melakukan
identifikasi terhadap aspek-aspek
yang dimungkinkan menimbulkan atau menyebabkan ketunacakapan belajar.
Langkah yang dilakukan dalam layanan ini
diawali dengan memberikan tes kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis,
berhitung, dan melakukan koordinasi gerak. Langkah selanjutnya dilakukan dengan
mengadakan pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi anak, di antaranya
pemeriksaaan kesehatan, perkembangan, penglihatan dan pendengaran, keterampilan
dan perseptual.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Anak
berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang bernama Muhammad Nur Fajri. Ia
menderita kelainan disleksia, dan disgraphia. Disleksia merupakan kesulitan
membaca baik membaca permulaan maupu pemahaman. Disgraphia, kesulitan dalam
menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit
dibaca orang lain, ada yang sangat lamat aktibilitas motoriknya, dan juga
adanya hambatan pada ideo motorik, sehingga sering salah atau tidak sesuai apa
yang dikatakan dengan yang ditulis.
SLB
Negeri Semarang memberikan pelayanan kepada Muhammad Nur Fajri dengan
memberikan penguatan materi secara drill.
Dan sesekali memberikan layanan remidiasi, kompensasi dan/ atau preventif
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa.
Kemampuan
akademik Muhammad Nur Fajri tergolong kurang dan jauh tertinggal bila
dibandingkan dengan siswa SLB Negeri Semarang yang lain. Muhammad Nur Fajri
tergolong anak yang ceria, mudah bergaul dan lugu. Akan tetapi dari kelainan
yang ada dalam diri Muhammad Nur Fajri, dia memiliki bakat yang cukup mumpuni
dalam bidang tarik suara/ bernyanyi.
B.
Saran
Penulis
menyarankan kepada SLB Semarang agar lebih memerhatikan layanan yang diberikan.
Sehingga layanan yang diberikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus. Pendidik yang menangani Muhammad Nur Fajri harus lebih
telaten dalam memberikan penguatan materi.
Daftar Pustaka
Suparno. 2000. Pendidikan
Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar