Rabu, 26 Juni 2013

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS



LAPORAN OBSERVASI
DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI SEMARANG
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan ABK
Dosen Pengampu: Ibu Kurniana Bektiningsih


Disusun :
Mukhlishon Addien Perdana
1401411411

Rombel 06



PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang yelah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan observasi di SLB N Semarang ini dengan baik.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Pendidikan ABK. Penyusunan laporan ini berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan observasi langsung di SLB Negeri Semarang wawancara dengan Kepala Sekolah dan data sekunder dari pihak yang bersangkutan.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada :
·         Dra. Hartati, M.Pd, selaku Ketua jurusan PGSD.
·         Ibu Kurniana Bektiningsih selaku dosen pengampu Mata Kuliah Pendidikan ABK yang telah membimbing dalam menyelesaikan laporan ini.
·         Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moral.
·         Pihak dari SLB N Semarang
·         Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang  bersifat membangun dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.




Semarang, 21 Juni 2013


Penyusun


BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional, ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa, ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu  difabel, sebenarnya merupakan kependekan  dari diference ability.
Sejalan dengan perkembangan pengakuan terhadap  hak azasi manusia termasuk anak-anakini, maka digunakanlah istilah anak berkebutuhan khusus. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah dipergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan  khusus lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensinya.
Contoh, seorang anak tunanetra, jelas dia memiliki keterbatasan pada bidang penglihatannya, tetapi dia juga memiliki potensi kemampuan intelektual yang tidak berbeda dengan anak normal, maka untuk dapat berprestasi sesuai kapasitas intelektualnya diperlukan alat bantu kompensatif indera penglihatan seperti talking computer, talking books, buku tulisan Braille dsb. Dengan dipenuhinya kebutuhan itu maka tunanetra akan dapat berprestasi sesuai dengan kapasitas intelektualnya dan mampu berkompetisi dengan anak normal.
Keadaan yang beragam menuntut pemahaman terhadap hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Untuk mengetahui apakah anak berkebutuhan khusus sudah mendapatkan pelayanan yang sesuai, maka kegiatan observasi dilakukan. Sehingga observasi anak berkebutuhan khusus ini mengangkat judul “Pelayanan Anak Berkebutuhan Khusus di SLB Negeri Semarang Kabupaten Magelang”. 

B.     Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang digunakan adalah:
a.       Bagaimana keadaan anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang?
b.      Bagaimana layanan yang diberikan SLB Negeri Semarang kepada anak berkebutuhan khusus?
c.       Bagaimana hasil akademik, kepribadian dan bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang?

C.    Tujuan Observasi
Kegiatan observasi ini bertujuan untuk memperbandingkan layanan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang dengan teori pendidikan anak berkebutuhan khusus.


D.    Manfaat
Kegiatan observasi ini memiliki beberapa manfaat, yaitu :
a.       Bagi SLB Negeri Semarang, dapat digunakan untuk menentukan pemberian layanan yang sesuai dengan klasifikasi anak berkebutuhan khusus.
b.      Bagi mahasiswa, dapat digunakan sebagai bekal menjadi guru profesional.
c.       Bagi guru, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemberian layanan kepada anak berkebutuhan khusus.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hasil Observasi
a.       Identitas Objek
Siswa berkebutuhan khusus di SLB Negeri Girirejo, memiliki identitas lengkap sebagai berikut.
Nama: Muhammad Nur Fajri
Tempat, Tanggal Lahir: Magelang, 10 Maret 2005
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Demesan, Girirejo, Tempuran, Magelang
NIS: 1098
Kelas: II
Jenis kelainan yang diderita: Disleksia dan Disgraphia
Nama Orang tua: Hendro Saputro
Pekerjaan Orang Tua: Karyawan Pabrik Tekstil
b.      Bentuk Layanan yang diberikan
Layanan yang diberikan guru adalah pemberian penguatan materi secara drill. Guru meluangkan waktu untuk mengulangi materi secara berulang-ulang. Materi utama yang diulang adalah membaca tingkat lanjut.
c.       Hasil
Kemampuan akademik Muhammad Nur Fajri tergolong kurang dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan siswa SLB Negeri Semarang yang lain. Muhammad Nur Fajri tergolong anak yang ceria, mudah bergaul dan lugu. Walaupun Muhammad Nur Fajri berkelainan Disgraphia dan Disleksia, dia memiliki bakat yang cukup mumpuni dalam bidang tarik suara/ bernyanyi.

d.      Kendala yang dialami ABK(Intern dan Ekstern)
Kendala yang dialami Muhammad Nur Fajri untuk mengatasi kelainannya berasal dari dalam(disebut faktor intern) dan dari luar (disebut faktor ekstern).
Faktor Intern adalah kendala yang berasal dari dalam diri ABK, yang meliputi rasa malas, cepat bosan, dan kemampuan intelektual yang kurang. Hal-hal tersebut menyebabkan kemampuan memahami siswa kurang.
Faktor ekstern adalah kendala untuk berkembang yang berasal dari luar diri Anak Berkebutuhan Khusus. Misalnya seperti yang dialami Muhammad Nur Fajri adalah pemberian layanan guru kepada ABK terkesan kurang telaten.

B.     Pembahasan
Menurut Suparno dalam buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang ditandai dengan adanya  kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional.  Learning disability merupakan suatu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami  anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis.
Secara umum  berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang mengalami gangguan pada satu atau lebih dari proses  psikologi dasar termasuk pemahaman dalam menggunakan  bahasa lisan atau tertulis yang dimanifestasikan dalam ketidak sempurnaan mendengar, berfikir, wicara, membaca, mengeja atau mengerjakan hitungan matematika. Konsep ini merupakan hasil dari gangguan persepsi, disfungsi minimal otak, disleksia, dan disphasia, kesulitan belajar ini  tidak termasuk masalah belajar, yang disebabkan secara langsung oleh adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik, emosi, keterbelakangan mental, atau faktor lingkungan, budaya, maupun keadaan ekonomi.
Adapun klasifikasi anak berkesulitan belajar spesifik merupakan jenis kelainan unik tidak ada kesamaan antara penderita satu dengan lainnya. Untuk mengklasifikasikan anak beresulitan belajar spesifik dapat dilakukan berdasar pada tingkat usia dan juga jenis kesulitannya, yaitu:
1.      Kesulitan Belajar Perkembangan
Pengelompokan kesulitan belajar pada anak usia di bawah 5 tahun (balita) adalah kesulitan belajar perkembangan, hal ini dikarenakan anak balita belum belajar secara akademis, tetapi belajar dalam proses kematangan prasyarat akademis, seperti kematangan persepsi visual-auditory, wicara, daya deferensiasi, kemampuan sensory-motor dsb.
2.      Kesulitan Belajar Akademik
Anak-anak usia sekolah yaitu usia di atas 6 tahun masuk dalam kelompok kesulitan belajar akademik, disebabkan karena kesulitan belajar akademik anak-anak ini mengalami kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangan spesifik yaitu kesulitan dalam satu bidang akademik seperti berhitung/ matematika( diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (disphasia), kesulitan/ tidak terampil (dispraksia), dsb.

Ada klasifikasi lain yang berdasarkan jenis ganguan atau kesulitan yan dialami anak, yaitu:
1.      Dispraksia, merupakan gangguan pada ketrampilan motorik, anak terlihat kurang terampil dalam melakukan aktivitas motorik. Seperti sering mejatuhkan benda yang dipegang, sering memecakan gelas kalau minum.
2.      Disgraphia, kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit dibaca orang lain, ada yang sangat lamat aktibilitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik, sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
3.      Diskalkulia, adalah kesulitan dalam menghitung dan matematika hal ini sering dikarenakan adanya gangguan pada memori dan loika.
4.      Disleksia, merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupu pemahaman.
5.      Disphasia, kesulitan berbahasa dimana anak sering melakukan kesalahan dalam berkomunikasi baik menggunakan tulis maupun lisan.
6.      Body Awarness, anak tidak memiliki akan kesadaran tubuh sering salah prediksi pada aktivitas gerak mobilitas seperti sering menabrak bila berjalan.
Pendekatan layanan pendidikan abagi anak berkesulitan belajar spesifik menurut Jerome Rosner ,1993 dalam Sunarya Kartadinata, dkk (1998/1999) ada tiga macam, yaitu:
a.  Layanan remidiasi
Layanan remidiasi terfokus pada upaya menyembuhkan, mengurangi, dan bahkan kalau mungkin mengatasi kesulitan yang dialami anak. Dalam layanan ini anak dibantu dalam keterampilan perseptual dan kecakapan dasar berbahasa, sehingga ia mampu  memperoleh kemajuan belajar yang normal. Dalam layanan remidiasi ini sering digunakan beberapa teknik dalam modifikasi perilaku, di antaranya dengan pemberian penguatan, tabungan kepingan, atau teknik  lain yang sesuai dengan kebutuhan anak.

b.  Layanan kompensasi
Layanan kompensasi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan belajar khusus di luar lingkungan belajar  yang normal, sehingga memungkinkan anak memperoleh kemajuan dalam pembentukan perseptual dan bahasa.
Dalam melaksanakan layanan kompensasi, Sunarya Kartadinata, dkk
(1998/1999) memberikan patokan atau rambu-rambu sebagai berikut:
1) fahami dan pastikan bahwa anak memilki pengetahuan faktual yang diperlukan dalam mempelajari bahan ajar;
2)  batasi jumlah informasi baru pada hal-hal yang tercantum dalam bahan ajar, sampaikan sedikit demi sedikit, atau mungkin gunakan sistem jembatan keledai (mnemoteknik);
3)  sajikan informasi dengan jelas tentang apa yang harus dipelajari anak;
4)  nyatakan secara eksplisit bahawa informasi yang diajarkan berkaitan dengan informasi yang telah dimiliki anak dan sedapat mungkin menggunakan contoh (konkret);
5)  jika anak sudah mampu menguasai unit-unit kecil perkenalkan dia ke unit-unit  yang lebih besar;
6)  siapkan pengalaman ulang untuk memperkuat informasi baru  dalam ingatan anak;
7)  lakukan  drill, latihan efektif dengan melibatkan seluruh indra untuk membuat persepsi yang sempurna, yaitu dengan jalan mendengar, membaca, menulis, dan berbuat.
c.  Layanan prevensi
Layanan prevensi adalah layanan yang diberikan sebelum anak mengalami ketunacakapan belajar di sekolah. Layanan ini diawali dengan melakukan  identifikasi terhadap aspek-aspek  yang dimungkinkan menimbulkan atau menyebabkan ketunacakapan belajar.
Langkah yang dilakukan dalam layanan ini diawali dengan memberikan tes kemampuan dasar anak dalam membaca, menulis, berhitung, dan melakukan koordinasi gerak. Langkah selanjutnya dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan terhadap aspek-aspek pribadi anak, di antaranya pemeriksaaan kesehatan, perkembangan, penglihatan dan pendengaran, keterampilan dan perseptual.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri Semarang bernama Muhammad Nur Fajri. Ia menderita kelainan disleksia, dan disgraphia. Disleksia merupakan kesulitan membaca baik membaca permulaan maupu pemahaman. Disgraphia, kesulitan dalam menulis ada yang memang karena gangguan pada motoris sehingga tulisannya sulit dibaca orang lain, ada yang sangat lamat aktibilitas motoriknya, dan juga adanya hambatan pada ideo motorik, sehingga sering salah atau tidak sesuai apa yang dikatakan dengan yang ditulis.
SLB Negeri Semarang memberikan pelayanan kepada Muhammad Nur Fajri dengan memberikan penguatan materi secara drill. Dan sesekali memberikan layanan remidiasi, kompensasi dan/ atau preventif sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa.
Kemampuan akademik Muhammad Nur Fajri tergolong kurang dan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan siswa SLB Negeri Semarang yang lain. Muhammad Nur Fajri tergolong anak yang ceria, mudah bergaul dan lugu. Akan tetapi dari kelainan yang ada dalam diri Muhammad Nur Fajri, dia memiliki bakat yang cukup mumpuni dalam bidang tarik suara/ bernyanyi.

B.     Saran
Penulis menyarankan kepada SLB Semarang agar lebih memerhatikan layanan yang diberikan. Sehingga layanan yang diberikan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Pendidik yang menangani Muhammad Nur Fajri harus lebih telaten dalam memberikan penguatan materi.



Daftar Pustaka

Suparno. 2000. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Anak_berkebutuhan_khusus




Tidak ada komentar:

Posting Komentar